Menghitung Akibat dan Efek Jatuhnya Asteroid ke Bumi

Tinggalkan komentar


Seberapa besar ukuran yang dibutuhkan oleh sebuah meteor hingga dapat menyebabkan kerusakan pada bumi? Untuk menghitung hal ini, Universitas Purdue di bawah pimpinan Jay Melosh membuat sebuah situs interaktif untuk menghitung kerusakan yang dihasilkan dari sebuah meteor. Aplikasi berbasis web ini bernama Impact: Earth!

Untuk mencobanya pengguna harus memasukkan beberapa parameter seperti ukuran dan tingkat kepadatan meteor. Selain itu, pengguna juga dapat menentukan meteor tersebut akan menghantam daerah air ataukah bebatuan. Setelah dilakukan eksekusi, maka alat ini akan menghitung tingkat guncangan, radiasi panas, hingga apakah meteor tersebut akan menimbulkan tsunami.

Impact: Earth!

Impact: Earth!

Aplikasi ini merupakan tindak lanjut dari proyek sebelumnya yang bertujuan sama namun masih berbasis teks. Jay Melosh, pemimpin proyek, adalah salah satu anggota tim dalam EPOXI NASA yang baru-baru ini terbang ke komet Hartley 2 untuk melihat lebih detail tentang komet tersebut.

Menurut perhitungan para ilmuwan meteor terbesar yang akan menghantam bumi dalam waktu dekat adalah Aphopis. Meteor dengan diameter 270 meter dan panjang 350 meter ini diperkirakan akan jatuh ke bumi pada April 2036. Belakangan para ilmuwan mengatakan kemungkinan meteor jatuh ke bumi sangat tipis yaitu 1: 250.000.

NASA memperkirakan jatuhnya Apophis akan menimbulkan ledakan yang setara dengan kekuatan TNT sebesar 880 megaton. Sekedar diketahui, ledakan Krakatau pada 1883 adalah sebesar 200 megaton. Jay Melosh mengatakan akibat dari jatuhnya Apophis ini bisa dihitung dengan Impact: Earth!

Rasanya aplikasi ini juga bagus untuk anak-anak agar mereka juga mengerti mengenai meteor serta dampaknya. Selamat mencoba!

Sumber: TIME.com, PopSci.com, Wikipedia.org

Usaha Manusia Menyelamatkan Bumi

10 Komentar


earthhhh

Lingkungan kian lama kan rusak. Manusia tak kehilangan akal untuk mempertahankan kelestarian lingkungan, bahkan dengan cara yang unik. Berikut ada 9 cara luar biasa upaya manusia membertahankan kelangsungan bumi.

1. Membuat kaca anti matahari buat bumi

Saat matahari bersinar terik, biasanya kita melindungi mata dengan kacamata hitam, atau menutupi kepala dengan topi. Metode yang sama terpikirkan oleh sejumlah ilmuwan untuk melindungi planet bumi dari panas berlebih matahari. Ide mereka adalah melingkupi permukaan bumi dengan cincin partikel penahan sinar matahari dengan menggunakan pesawat luar angkasa mikro yang mengorbit di garis katulistiwa. Cincin ini akan mengurangi radiasi sinar matahari yang menerpa bumi, sebagai penyebab pemanasan global. Ide ini akan memerlukan biaya mahal, sekitar troliunan dolar.

2. Memberi zat besi pada dasar laut

Ide dasarnya seperti ini, fotosintesis kecil pada plankton di laut menggunakan karbondioksida dari udara untuk membuat makanan. Ketika mereka mati, planton tenggelam di dasar laut membawa karbon itu bersamanya. Karena zat besi menstimulasi pertumbuhan pitoplankton, maka ilmuwan berpendapat bahwa bagian laut yang kaya akan zat besi akan menciptakan banyak plankton yang bisa menyerap ekses karbondioksida yang memancar ke atmosfer. Beberapa perusahaan sudah melakukan percobaan menumpuk zat besi ke laut, tapi para ilmuwan meragukan seberapa efektif cara itu. Para pemerhati lingkungan juga memperingatkan bahwa membuang zat besi ke laut membahayakan ekosistem.

3. Mencampur semua lautan

Pakar lingkungan dan futuris James Lovelock, pencipta hipotesa Gaia, belum lama ini melontarkan ide menggunakan pipa untuk menstimulasi percampuran lautan di dunia, sehingga bagian air laut yang kaya nutrisi akan muncul ke permukaan, memberi makan alga. Tanaman alga akan menghisap karbondioksida dari atmosfer, dan menenggelamkannya ke dasar laut saat sudah mati.

4. Mengisi udara dengan sulfur

Aeorosol jenis tertentu atau parrtikel kecil yang tertahan dalam udara diduga bisa mendinginkan atmosfer. Partikel ini menaham radiasi sinar matahari dan memancarkannya kembali ke angkasa. Efek pendinginan pada iklim bumi dapat terlihat setelah ledakan gunung berapi, yang menyebarkan berton-ton sulfur atau belerang ke atmosfer. Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa kita bisa membuat peristiwa serupa dengan menyuntikkan sulfur ke atmosfer untuk menangkis pemanasan global. Problemnya adalah, hal ini bisa memicu peningkatan hujan asam yang berbahaya.

5. ‘Memelihara’ cacing

Cacing cukup berguna untuk memangsa sampah yang berasal dari makanan, dan mengolahnya menjadi kompos. Kompos membantu penyuburan tanah, sehingga mudah menumbuhkan tanaman yang berguna dalam mengurangi pemanasan global.

6. Mengubah pola makan

Kalau kita bisa menguangi makan daging merah, maka bisa juga menekan emisi karbon dioksida, sekaligus juga mengurangi penderita obesitas. Jumlah energi yang diperlukan untuk memproses daging merah menjadi makanan berkontribusi 18% pada efek rumah kaca, mulai dari penggunaan penyubur ternak, energi transportasi, mengolah daging, memasak, dan sebagainya.

7. Mengubur karbon

Ilmuwan sudah lama berpikir untuk memerangkap gas karbon dioksida yang berlebih dan membuangnya ke suatu tempat, bisa jadi ke molekul air yang tersimpan di dalam tanah, celah barubara, atau dimanapun itu. Agar bisa dilakukan, karbon dioksida harus dipisahkan dulu dari tanaman pemancarnya, dikompres dan disuntuk ke dasar lubang dimana mereka akan disimpan dalam waktu sangat lama. Masalahnya adalah di biaya dan para pecinta lingkungan mengkhawatirkan efek dari penyimpanannya di dasar bumi.

8. Tinggal di dalam ’sampah’

Seorang insinyur asal University of Leeds, Inggris, menciptakan materi konstruksi pengolah sampah yang disebut “Bitublock”. Alat ini membuat sampah buangan tettap berada di atas lahan dan bisa dipakai membangun rumah. Bitublock memerlukan lebih sedikit energi untuk membuat balok. Ilmuwan lain menawarkan cata menggunakan limbah dari ternah seperti bulu ayam sebagai bahan pembuat plastik yang lebih ramah lingkungan daripada bahan saat ini.

9. Melarang tas plastik dan lampu pijar

San Francisco, China dan Australia sudah menjalankan pelarangan penggunaan tas plastik dan lampu pijar. Tas plastik terbukti tak bisa didaurulang di dalam tanah dan merusak ekosistem. Sedangkan lampu pijar konvensional dianggap boros energi, dan digantikan dengan lampu pijar hemat energi.

Diterjemhakan secara bebas dari LiveScience

Enhanced by Zemanta

Peta Terbaru Untuk Mengetahui Tingkat Kehilangan Es Di Benua Antartika

3 Komentar


Baru-baru ini NASA melaporkan kondisi terakhir lapisan es di benua Antartika. Melalui citra satelit resolusi tinggi dan dikembangkannya perangkat lunak komputer terbaru memungkinkan para ilmuwan NASA membuat peta yang paling akurat seperti garis meliuk-liuk yang menandai lapisan tepi es di sebagian besar Antartika. Ini penting untuk menentukan tingkat kehilangan es di benua tersebut. Lapisan es Antartika adalah terbesar di dunia dan menampung lebih dari 60 persen pasokan air tawar di Bumi.

Data tersebut mengungkapkan kehilangan es di benua antartika yang cenderung mempunyai potensi berbahaya berdasarkan hampir semua perhitungan. Hilangnya es di Antartika bisa menyebabkan kenaikan permukaan air laut secara dramatis. Namun pertanyaannya adalah berapa banyak dan cepatnya es yang menghilang ?

Pada umumnya es Antartika mengalir dari tengah menuju tepi benua, mencelupkan ke laut sebelum mengangkat kembali dan mengambang. Titik di mana es memisahkan dari tanah disebut “garis dasar” (tepi terluar dari lapisan es). Bagi para ilmuwan, sebuah peta yang akurat dari garis dasar merupakan langkah pertama menuju perhitungan lengkap berapa banyak kehilangan es di benua Antartika karena perubahan yang paling signifikan dalam massa es mungkin terjadi di persimpangan laut dan lapisan es.

Sebelumnya peta benua selatan tidak memiliki rincian yang dibutuhkan untuk menghitung secara benar tingkat kehilangan es. Kadang-kadang pulau-pulau yang terlihat disalah artikan sebagai garis dasar

Sebuah tim di Goddard Space Flight Center di Greenbelt, Md, menyusun peta baru garis landasan Antartika selama delapan bulan, menghubungkan 3.500.000 poin geografis di seluruh benua dan mengungkapkan berkelok-keloknya tepi es sekitar 33.300 mil (53.600 kilometer ) . Proyek ini merupakan pencapaian tertinggi dalam menyambut the International Polar Year pada bulan Juni di Oslo, Norwegia.

Selanjutnya, para ilmuwan akan menggunakan data satelit tambahan untuk menentukan ketebalan lapisan es di dekat pinggiran Antartika. Dengan menggabungkan sekumpulan data maka ilmuwan dapat memprediksi dengan tingkat akurasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yaitu seberapa cepat es Antartika menghilang.

Ditemukan, 100 Planet Mirip Bumi

4 Komentar


Teleskop Kepler menemukan lebih dari seratus planet yang besarnya seukuran Bumi. Penemuan tersebut terjadi beberapa pekan lalu setelah Kepler memindai langit untuk menemukan keberadaan planet yang mengorbit bintang.

Penemuan ini menguatkan dugaan mengenai kemungkinan bahwa manusia Bumi tidak sendirian di jagat raya ini.

Ilmuwan menduga ada sekitar seratus  planet di Galaksi Bima Sakti dengan kondisi yang sesuai, yang memungkinkan terjadi kehidupan. Mereka berharap bisa mengidentifikasi sekitar 60 planet mirip Bumi ini dalam kurun dua tahun mendatang.

Pakar astronomi, Dimitar Sasselov, seperti dikutip dari laman Daily Mail, mengatakan, bahwa teleskop mengungkap 140 planet berbeda yang memiliki ukuran mirip Bumi. “Penemuan luar biasa ini memenuhi impian Copernicus,” kata Sasselov.

Kepler, yang diluncurkan Januari tahun lalu, menemukan planet-planet dengan mendeteksi tiap kali sebuah planet melintasi satu sisi sebuah bintang. Planet-planet tersebut lewat dengan sangat cepat dan hanya bisa tertangkap oleh teleskop.

Sasselov memaparkan penemuan Kepler dalam konferensi TEDGlobal di Oxford pekan lalu. “Kehidupan adalah sistem kimia — kehidupan membutuhkan sebuah planet, air, dan bebatuan, dan kimia kompleks untuk mengawali kehidupan dan bertahan,” kata Sasselov.

“Masih banyak yang perlu dilakukan dengan data-data statistik ini, tetapi jelas ada planet mirip Bumi di luar sana. Galaksi Bima Sakit kita kaya akan jenis planet seperti itu,” lanjutnya.

Pada tahap berikutnya, tim ilmuwan akan mempelajari semua calon planet dan mencoba meneliti planet mana yang memiliki lingkungan untuk makhluk hidup. Sasselov mengatakan, dalam 15 tahun terakhir, hampir 500 planet ditemukan mengelilingi bintang lain di galaksi, tetapi hingga sekarang, hanya beberapa yang dinilai memiliki kemiripan dengan Bumi.